Halaman

Senin, 03 Desember 2012

Dulunya Tempe Tak Terbuat dari Kedelai






Tempe selalu identik dengan kedelai. Padahal, ternyata dulunya tempe tidaklah seperti kita kenal sekarang, terbuat dari kacang kedelai. Dulu, tempe dibuat dari satu jenis kacang khas Indonesia, yang dikenal dengan nama kara, atau koro dalam bahasa Jawa. Di tengah krisis kedelai yang mengancam produksi  tempe nasional, timbul wacana untuk mengembalikan tempe kepada asal muasal bahan bakunya tersebut.
Wacana tersebut disampaikan oleh Prof Dr Achmad Subagio MAgr, seorang pakar pertanian dari Universitas Jember. Menurutnya, sudah saatnya Indonesia kembali mengonsumsi tempe kara seperti dulu, mengingat semakin meroketnya harga kedelai di pasaran.
Menurut Achmad, produktivitas kedelai di Indonesia tidak akan pernah bisa mencapai dua ton per hektare karena sejatinya kedelai adalah tanaman sub tropis. Karena itu, menurutnya tidak tepat jika pemerintah daerah mendorong petani untuk berbondong-bondong menanam kedelai untuk menghadapi tingginya harga kedelai di pasaran.“Tempe itu asli buatan Indonesia, tapi kedelai tidak. Kedelai itu bawaan dari China yang kemudian juga dibuat tahu. Dulunya, tempe itu dibuat dari kara,” jelasnya kepada ANTARA News di Jember, Jawa Timur, Senin.
“Di Amerika Serikat, tanaman kedelai itu subsidinya luar biasa, produktivitasnya juga sangat tinggi dan harganya di bawah kita karena subsidi itu. Produk kita pasti kalah bersaing, apalagi kemudian bea impornya nol,” katanya.
Mengembalikan tempe ke bahan baku asalnya, yaitu kara adalah solusi yang ditawarkan oleh lelaki lulusan perguruan tinggi di Jepang ini. Ia menjelaskan bahwa protein yang dikandung kara tidak jauh berbeda dengan kedelai. Kelebihan lainnya, pola tanam kara lebih murah karena hampir tidak memerlukan pemupukan dan pohonnya bisa tumbuh lagi setelah dibabat. Saat ini, ia bersama FTP Unej sedang melakukan percobaan pembuatan tempe kara untuk menyikapi kelangkaan kedelai di pasaran.
“Kara ini asli tanaman tropis dan bisa tumbuh di tanah marjinal. India sudah mengembangkan tanaman kara ini dan hasilnya bagus. Sementara untuk kedelai merupakan tanaman subtropis, sehingga di Indonesia produksinya tidak akan bisa maksimal,” kata penemu beras cerdas dari singkong ini.
Lelaki yang menjadi dosen di Fakultas Teknologi Pertanian Unej ini menjelaskan bahwa Indonesia memiliki ratusan jenis kara yang belum dikembangkan secara maksimal. Ia juga bercerita bahwa di era 1970-an dirinya masih merasakan tempe kara. Namun karena saat ini semua begitu terfokus pada tempe kedelai, tempe kara begitu juga tempe benguk pun terlupakan.
Permasalahan yang berkembang saat ini adalah kepopuleran kara yang kurang yang menyebabkan ketersediaan bahan baku ini menjadi sangat sedikit. Namun hal ini dapat menjadi sebuah lecutan bagi pemerintah dan masyarakat untuk menanam bahan pangan yang sesuai dengan iklim tropis.
“Kara ini memiliki banyak kelebihan dan kandungan karbohidratnya tinggi. Selain untuk tempe, banyak kegunaan kara ini, seperti untuk saus, kecap, penyedap rasa, susu, dan lainnya,” tandasnya.
Ia juga menghimbau pemerintah untuk melakukan diversifikasi pangan. Selama ini, pemerintah terlalu fokus pada satu varian, sehingga timbul masalah ketika terjadi kelangkaan pada varian yang bersangkutan.
sumber: Tika/Mizan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar